Bersamaan dengan
berputarnya dunia dan kemajuan modernisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan
yang semakin hari semakin berkembang yang akhir-akhir ini, banyak kita lihat
para generasi Islam khususnya sudah mulai tidak mengenal para tokoh Islam yang
sangat dan dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan, mereka
kadang-kadang hanya bisa menghina, meremehkan bahkan mengatakan dimana tokoh
islam? Ini sebenarnya terjadi karena mereka sangat tidak bahkan kurang mengenal
sama sekali terhadap beberapa tokoh Islam yang telah berhasil mencetak generasi
yang tidak kalah hebatnya dengan tokoh pendidikan non muslim dalam mencetak
generasi yang berakhlaq-ul-karimah, disiplin, dan terhormat, serta bermanfaat
untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Dengan berpandangan
pada beberapa hal tersebut mengenal para tokoh pendidikan Islam adalah
merupakan salah satu langkah yang seharusnya kita lakukan dan kita miliki dan
kita hayati serta merupakan kebanggaan kita sebagai muslim yang dengan
semestinya untuk selalu mengangkat dan mensosialisasikannya di kalangan umum.
Sehingga generasi penerus Islam bisa bersuara lantang bahwa kita mempunyai
tokoh yang pantas untuk dijunjung tinggi dan salah satu tokoh yang bagus metode
serta konsepnya adalah Imam al-Ghazali.
Pembahasan
1.
Latar Belakang Imam Al-Ghazali
Imam al-Ghazali, nama lengkapnya adalah
Muhammad Ibnu Ahmad, Abu Hamid al-Thus al-Ghazali. Ia lahir pada tahun 1058 M
(450 H) di Ghazaleh, sebuah desa kecil dekat Thus, wilayah Khurasan di Timur Laut Iran, suatu daerah yang pada masa itu berperan penting
sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan Islam.
Imam al-Ghazali adalah
salah satu tokoh muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam
berbagai hal, diantaranya adalah dalam masalah pendidikan. Pada hakikatnya
usaha pendidikan menurut Imam al-Ghazali adalah dengan mementingkan beberapa hal yang
terkai dan mewujudkannya secara utuh dan terpadu karena konsep pendidikan yang
dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran islam dan tradisi islam yang
berprinsip pada pendidikan diri manusia secara utuh.
Imam al-Ghazali, seorang yang memiliki
kejeniusan luar biasa, yang tumbuh ditengah-tengah peradaban Islam yang subur.
Imam al-Ghazali yang telah mempengaruhi pemikiran dan kehidupan umat Islam
dengan pemikirannya yang cemerlang, dalam upaya mencapai puncak dari segala
tujuan. Imam al-Ghazali dikenal sebagai orang yang terkendali oleh jiwa agamis
dan sufi, yang keduanya telah membuat Imam al-Ghazali mencari jalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan mencari kebahagiaan akhirat.
2.
Signifikansi Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali
Al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa: “Akhlak atau perangai adalah sesuatu
yang tetap dalam jiwa yang daripadanya muncul perbuatan-perbuatan tanpa
membutuhkan daya pikir (tanpa direncanakan sebelumnya).”
Dalam pendidikan Islam, pembinaan akhlak
menjadi salah satu upaya pendidikan yang utama. Dengan demikian upaya
pendidikan Islam adalah mendidik seseorang berakhlak mulia, berilmu
pengetahuan, dan terampil mengamalkan ilmunya, guna kepentingan tugas hidupnya
sebagai hamba Allah dan khalifah dimuka bumi.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat menjalani hidupnya tanpa bermasyarakat. Dengan hidup bermasyarakat manusia dapat
saling membantu dalam memenuhi kebutuhannya, sehingga kebahagiaan yang menjadi tujuan hidupnya dapat dicapai. Akan tetapi manusia tidak akan dapat hidup tenteram dan bahagia apabila kondisi akhlak masyarakatnya
tidak baik.
Untuk menciptakan kondisi masyarakat yang
baik tidak cukup hanya membuat dan memberlakukan peraturan dan undang-undang.
Walaupun diadakan
pengawasan ketat terhadap masyarakat agar memenuhi seluruh peraturan dan undang-undang yang berlaku tapi masih saja ada pelanggaran yang
dilakukan oleh sebagian masyarakat, seperti pelanggaran lalu lintas, tindak kejahatan,
korupsi dan sebagainya. Bentuk-bentuk kejahatan tersebut dapat dicegah apabila
setiap orang memiliki akhlak yang baik.
3.
Gagasan Pendidikan Anak Perspektif Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah
termasuk permasalahan terpenting dalam kehidupan ini. Tingkatannya berada
setelah iman. Kita beriman dan beribadah kepada Allah SWT adalah antara hamba
dan Tuhannya, atau hubungan antara makhluk dengan Sang Khaliq. Sedangkan akhlak
adalah hubungan dalam bermuamalah dan bermusyarokah sesama manusia, juga
mengatur hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud dan
kehidupan.
Oleh karena
itu Imam al-Ghazali berpendapat bahwa cara yang terbaik untuk memiliki budi pekerti
yang utama adalah dengan melalui asuhan dan latihan-latihan melaksanakan
sifat-sifat yang baik. Anak-anak dilatih dan dibisakan membantu orang tua
dilingkungan keluarga, membantu orang lemah dan menolong masyarakat Imam
al-Ghazali menganjurkan supaya sifat angkuh dan sifat buruk dilenyapkan dari
seseorang dengan latihan-latihan dan praktek yang bertentangan.
Sungguh sangat
berarti yang disarankan Imam al-Ghazali dalam upaya menyuburkan akhlak yang
mulia, terutama anak-anak, di mana harus melalui ajaran dan pekerjaan atau
lewat teori dan praktek, disamping memberikan contoh yang baik dalam pergaulan.
Karenanya
tingkah laku yang buruk dan sifat-sifat jahat bila menjadi adat kebiasaan bagi
anak-anak, akan sukar merubahnya sekaligus kepada tingkah laku yang terpuji. Adat dan kebiasaan itu sendiri telah membuat sifat jahat menyusup ke
dalam hati anak-anak. Imam al-Ghazali menyarankan agar tabi’at-tabi’at yang
jahat dialihkan lebih dahulu kepada sifat-sifat yang kurang jahat, kemudian
secara bertahap dan bertingkat dipindahkan kepada sifat-sifat yang baik.
Imam Ghazali
mengatakan: “Apabila anak itu dibiasakan untuk mengamalkan amal yang baik,
diberi pendidikan kearah itu, pastilah ia akan tumbuh di atas kebaikan tadi
akibat positifnya ia akan selamat sentosa di dunia dan akhirat. Kedua orang tuanya dan semua pendidik, pengajar serta pengasuhnya ikut
serta memperoleh pahalanya. Sebaliknya jika anak itu sejak kecil sudah
dibiasakan mengerjakan keburukan dan dibiarkan begitu saja tanpa dihiraukan
pendidikan dan pengajarannya, yakni sebagaimana halnya seorang yang memelihara
binatang, maka akibatnya anak itupun akan celaka dan rusak binasa akhlaknya,
atau pendidiknya yang bertanggung jawab untuk memelihara dan mengasuhnya.”
Berikut di
bawah ini adalah rincian dari pendidikan akhlak bagi anak menurut Imam
al-Ghazali:
A.
Kesopanan dan Kesederhanaan dalam Makan
Dalam hal ini
Imam al-Ghazali mengatakan: “Yaitu memulai dengan membaca basmalah pada awal
makan itu, dan di akhirnya membaca alhamdalah. Seandainya pada setiap suapannya
itu ia mengucapkan basmalah maka itu baki sehingga kerakusan tidak
menyibukkannya dari mengingat Allah SWT. Selalu makan dengan tangan kanan, dan
mengecilkan suapannya dan baik-baik dalam mengunyahnya. Jangan mencela sesuatu
yang dimakan, dan agar memakan apa yang ada didekatnya dan sebagainya.
Dari hal
diatas Imam al-Ghazali menjelaskan secara rinci, bahwa salah satu hal yang
biasa terjadi pada anak-anak adalah mempunyai sifat rakus makan, maka inilah
yang harus diluruskan. Nilai-nilai pendidikan yang tertanam pada anak sewaktu
makan antara lain:
·
Dalam keadaan anak makan bersama
keluarga akan tertanam rasa bersatu antara keluarga dan rasa hormat kapada
orang yang lebih dewasa.
·
Anak dibiasakan menghargai milik orang
lain sebagaimana orang lain itu menghargai miliknya serta sebagai latihan bekerjasama
dengan orang lain.
·
Anak dapat makan sendiri, dan memiliki
rasa percaya diri.
·
Orang tua dapat menghormati bagaimana
sikap anak pada waktu makan.
B.
Kesopanan dan Kesederhanaan dalam Berpakaian
Imam
al-Ghazali mengatakan dalam hal ini: “Dan jika kelihatan ada yang menonjol pada
murid itu, kebersihan pada badan dan pakaian dan kelihatan hatinya condong pada
yang demikian.” Dari keterangan diatas dapat diambil pelajaran bahwa Imam
al-Ghazali menjelaskan kepada orang tua, agar anak-anak mereka suka berpakaian
yang putih dan bersih, dan menjelaskan kepada anak-anak agar jangan berhias
yang tidak sepatutnya, atau apa saja yang mengindikasikan pemborosan. Apabila
hal ini dilakukan oleh anak, nantinya ia hanya akan mencari kesenangan semata
dan berbuat keborosan disaat dia beranjak dewasa, akhirnya ia menjadi rusak
dalam kesenangan duniawi, dan menghalalkan segala cara.
Islam bukanlah
sekedar suatu formalitas ritual, Islam adalah proses ketaatan terhadap aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah berkenaan dengan hubungan antar manusia dengan
Dia, dan hubungan antar sesama manusia, baik dalam urusan keluarga, politik
ekonomi, pendidikan. Dan sifat jelek seperti boros, suka bersenang-senang, dll.
Mempunyai pengaruh negatif terhadap pengembangan jiwanya dan harus ditangani
secara serius, anak harus segera diluruskan dengan dikenalkan secara dini
dengan aturan-aturan yang sangat bijaksana sesuai yang ditetapkan Allah dan
Rasulullah.
C.
Kesopanan dan Kesederhanaan dalam Tidur
Imam
al-Ghazali berkata: “Dan latihan itu ada empat cara: Yaitu kekuatan yang berada
dari makanan, memejamkan mata dari tidur, perkataan yang seperlunya dan menahan
rasa sakit dari semua manusia, dari sedikit makan, terjadilah mati nafsu
syahwat, dari sedikit tidur bersihkanlah semua kehendak.”
Dari
penjelasan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa kedua orang tua melarang
anak-anak tidur pada waktu siang, sebab hal tersebut banyak menimbulkan
kemalasan bekerja dan lain-lain, tetapi pada malam hari anak-anak harus
diperintahkan untuk tidur dan jangan biasakan mereka tidur diatas kasur yang
empuk-empuk atau alat-alat tidur yang serba mewah. Hal semacam itu dipandang
kurang baik, karena anggota badan anak-anak akan kaku dan menjadikan mereka
malas.
D.
Kesopanan dalam Berdisiplin
Imam
al-Ghazali sangat mengutamakan kedisiplinan bagi anak-anak untuk menghindarkan
perbuatan yang tidak pantas dipandang umum dan membiasakan anak-anak untuk
berbuat hal yang patut sesuai dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Imam
al-Ghazali menyarankan agar kedua orang tua mengajarkan anak-anaknya, bagaimana
duduk yang baik, hendaklah dilarang meletakkan kaki yang satu diatas kaki yang
lainnya, demikian pula meletakkan tangan dibawah dagu atau menyandarkan tangan
diatas tangan kanan, sebab semua itu dianggapnya sebagai tanda-tanda kemalasan.
Imam al-Ghazali juga mengajarkan sopan santun dan disiplin waktu duduk,
sekaligus untuk menghindarkan sikap malas bagi anak-anak, agar mereka rajin
belajar dan giat bekerja.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu tentang pendidikan akhlak
anak menurut pandangan Imam al-Ghazali, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Gagasan Imam al-Ghazali tentang
pendidikan akhlak anak adalah merupakan sikap yang tertanam dalam jiwa yang
melahirkan perbuatan-perbuatan tertentu secara konstan dan spontan.
2.
Metode pendidikan akhlak pada anak
dilingkungan keluarga menurut Imam al-Ghazali adalah selalu menggunakan prinsip
hikayat (historikal method)
3.
Dan selalu menggunakan pembiasaan
dalam proses pendidikan akhlak anak.
PESAN DAN KESAN
Dari beberapa kesimpulan diatas,
maka penulis mengemukakan saran berikut:
1.
Untuk merealisasikan gagasan tersebut,
diperlukan orang tua yang pandai dalam memilih metode yang efektif dan tepat,
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
2.
Metode yang dipaparkan oleh Imam
al-Ghazali hendaklah dikembangkan sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.
3.
Orang tua harus membina suasana
keluarga seharmonis mungkin, serta dapat menciptakan suasana edukatif, karena
lingkungan keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama bagi seorang anak.
4.
Anak- anak seharusnya semenjak kecil
sudah dibiasakan dengan pendidikan yang baik, khususnya pendidikan akhlak,
karena nilai-nilainya akan berimbas terhadap pembentukan kepribadiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ghazali Imam. Ihya ‘Ulumuddin (Ringkasan) Upaya menghidupkan Ilmu
Agama. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Hermawan dan Koestana, Jitet. Al-Ghazali bag-4. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 1997.
Ihsan, Hamdani dan Ahmad Fuad Ihsan, Filsafat
Pendidikan Islam, CV Pustaka Setia, Bandung: 2001.
Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh
Pendidikan Islam seri kajian Filsafat Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta:2003.
Ramayulis dan Nizar, Samsul. Ensiklopedia
Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat Press Group, Ciputat:2005.
Suhid Asmawati. Pendidikan Akhlak dan Adab Islam: Konsep dan Amalan.
Malaysia: Utusan Publications. 2009.
Zainuddin. Seluk Beluk Pendidikan
dari Al-Ghazali, Bumi Aksara, Jakarta:1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar