Selasa, 14 Februari 2012

Makalah Konsep Ghaibah Sughra dan Kubra Syi'ah


       Kemunculan imamah dalam Syiah sebenarnya berawal dari rasa cinta dan penghormatan yang berlebihan kaum ahlul bait kepada sahabat Ali yang merasa paling berhak mewarisi kepemimpinan yang ditinggalkan oleh nabi Muhammad SAW. Imam yang ke dua belas ini diyakinioleh kaum syiah telah mengalami dua kali masa ke-ghaib-an. Ke ghaiban yang pertama terjadi pada tahun 260 H kemudian pemerintahannya diwakilkan kepada empat imam pengganti yaitu: Umar Utsman bin Said Umar, Abu Ja’far Muhammad bin Utsman bin Said, Abu Al Qosim Husain bin Ruh, dan yang terakhir adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad as Samary. Masa keghaiban yang pertama ini disebut dengan ghaibah As Syughro. Sedangkan keghaiban yang kedua terjadi pada tahun 329 H dimulai dari mangkatnya imam pengganti terakhir yaitu Abu Hasan Ali bin Muhammad As Samary sampai waktu munculnya kembali imam yang kedua belas di akhir zaman.
Makalah ini akan mencoba membahas konsep ghaibah sughra dan kubra pada masa Ali sampai sekarang, mudah-mudahan makalah ini bisa menambah wawasan kita dan kita tidak tersesat pada jalan-Nya. Amin...
Pembahasan
Sesungguhnya pada awal munculnya, tasyayyu’ (dukungan kepada Ali) hanyalah gerakan politik yang tidak terkait sedikitpun dengan madzhab ataupun agama. Penggunaan term Syi’ah di masa Ali ra berkonotasi setia  dan membela . Tidak ada aqidah khusus sebagaimana yang ada pada syi’ah saat ini.
Tasyayyu’ adalah satu laknat yang menjauhkan manusia dari agama Allah dan menjerumuskan mereka kedalam agama iblis. Tasyayyu’ adalah bencana yang dilimpahkan oleh Allah pada orang-orang yang akan dia panggang di atas kobaran api neraka. Tasyayyu’ kulit luarnya adalah cahaya tetapi dalamnya adalah kegelapan yang pekat.
            Banyak di antara sahabat RadhiyaallahAnhu telah membai’at Ali sebagai khalifah setelah terbunuhnya khalifah Utsman ra. Hal ini terjadi karena mayoritas kaum muslim telah membai’atnya. Karena itu tidak benar jika dikatakan bahwa para sahabatlah pendiri syi’ah. Tetapi sebalikya mereka adalah dasar syura dan keadilan. Sesungguhnya orang-orang yang membai’at Ali hanya terdorong motif bahwa Ali lebih berhak daripada Mu’awiyah. Karena itu sepanjang pemerintahannya Ali dan para pendukungnya tidak pernah mengafirkan kelompok lain dan tidak memperlakukannya seperti memperlakukan orang-orang kafir , atau menganggap mereka itu murtad. Begitu pula sikap kelompok lain terhadap Ali dan pendukungnya. Jadi perbedaannya hanya dalam pandangan politik bukan Khilaf madzhab atau aqidah. Telah disebutkan bahwa Ali ra menguburkan orang yang didapatinya dari dua kelompok tanpa membedakan kelompok ini dan itu.
            Akan tetapi sekalipun demikian ada kelompok yang memiliki kepentingan dan tujuan jahat mengklaim sebagai para pencinta Ahlul bait. Mereka dari kalangan yahudi dan kaum munafikin yang menyembunyikan rencana jahatnya terhadap islam. Mereka memanfaatkan situasi ini untuk mengobarkan api fitnah yang lebih dahsyat lagi. Tidak lama, setelah terbunuhnya Ali ra berubahlah arah gerakan sebagian pendukung Ali. Setelah bercorak politik murni ini kini menjadi gerakan keagamaan dan madzhab.
            Diantara faktor yang mempengaruhi pergantian ini adalah kedengkian yahudi dan majusi (Persia) terhadap islam. Karena islamlah yang telah menghancurkan dan mencabut akar-akar yahudi dari jazirah Arab, negeri yang dianggap penting bagi yahudi, mereka telah lama menetap di Madinah dan San’a (Yaman) dan sebagian ujung-ujung jazirah Arab. Rasulullah SAW sebelum wafatnya telah berwasiat untuk mengeluarkan yahudi dari jazirah arab, karena ditempat itu tidak boleh ada dua agama.  Maka Umar ra melaksanakan wasiat beliau. Dia membersihkan jazirah arab dari kotoran dan kenajisan yahudi, tidak seorangpun dari mereka yang diberi kesempatan hidup.
            Adapun Persia, mereka adalah bangsa yang kaya dan berkuasa, berada di atas bangsa-bangsa. Mereka menamakan diri sebagai orang-orang merdeka dan tuan-tuan. Manusia serta bangsa selain mereka adalah budak mereka. Dahulu, kebanyakan bangsa Arab adalah pengikut mereka, dan Allah menghendaki jatuhnya Persia di tangan bangsa Arab, tidak di tangan romawi yang selalu mengincarnya juga tidak ditangan mongol yang menjadi tetangganya. Begitulah Persia yang benar, kewibawaan, kerajaan dan kejayaannya dapat dihancurkan oleh umat yang berusia muda dan berjumlah kecil, yang dipimpin oleh khalifah Ar-Rasyid Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu Anhu.  Sungguh tragis dan menyayat hati mereka, hina setelah jaya melanglang buana sebagai ‘sayyid’ dan ‘orang merdeka’.
            Al-Khumaini, ingin mengorbankan dendam lama, yang sudah terkubur di hati mereka dengan cara mengunggulakan bangsa Iran atas bangsa Hijaz- secara terang-terangan pada waktu zaman Rasulullah SAW dulu, dia berkata, “sesungguhnya aku mengakatan dengan penuh keberanian bahwa bangsa Iran dengan jumlah jutaan pada saat ini adalah lebih utama daripada bangsa Hijaz di masa Rasulullah SAW, dan daripada bangsa kufah, Irak pada masa Amirul Mukminin Al-Husain bin Ali”[1].
            Dari sinilah tasyayyu’ mulai membawa pemikiran-pemikiran asing yang disusupkan, madzhab agama dan politik, keduanya dibentuk dalam rupa cerita dan dongeng yang menggambarkan kezaliman dan permusuhan yang diterima oleh Ahlul bait. Kemudian mereka menempuh berbagai macam cara hingga mengeluarkan sebagian kaum muslimin dari jalan kebenaran dengan tujuan agar dapat memecah belah jama’ah muslim. Sungguh benar dan tepat orang yang mengatakan bahwa “tasyayyu’ adalah tempat bagi setiap orang yang ingin menghancurkan islam.” Mereka bisa memuaskan orang-orang bodoh dan pengikut mereka dengan iming-iming kaidah yang berbunyi, “Sesungguhnya neraka itu diharamkan mengenai setiap orang Syi’i kecuali sebentar saja.” Persis seperti ucapan orang-orang yahudi yang diceritakan dalam Al-Qur’an, “kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja”. (Al-Baqarah: 80)
Tidak bisa dipungkiri dan dibantah lagi, jika di dalam tubuh agama Islam terdapat benyak sekali golongan atau aliran. Hal ini mungkin selaras dengan hadits Nabi:
"افترق اليهودى على احدى وسبعين فرقة وافترقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة وتفترق امّتي على ثلاث وسبعين فرقة"

Artinya : Golongan yahudi telah terpecah belah menjadi 71 golongan, golongan nasrani telah telah terpecah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan.
Terlepas dari shahih atau tidaknya hadits ini, tetapi hadits ini sudah menjelaskan kepada kita tentang adanya perpecahan di dalam agama Islam, bahkan Nabi Muhammad Saw. menyebutkannya dengan kata Umatku. Ini berarti menandakan walaupun terpecah belah tetapi mereka juga termasuk umatnya Nabi Muhammad SAW.
Kita dapat menggolongkan aliran-aliran tersebut menjadi empat kelompok sesuai dengan fakta yang sudah terjadi pada zaman sekarang. Pertama, kelompok Rasionalis yang diusung oleh Mu'tazilah dengan pelopor yang terkenalnya Wasil bin Atha'. Kedua, kelompok Tekstualis yang didengungkan oleh aliran Salaf yang memunculkan Ibnu Taimiyah. Ketiga, kelompok pemikiran Sintesis yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy'ari. Dan keempat, kelompok yang lahir karena politik seperti Khawarij dan Syi'ah.
Tulisan ini  akan mencoba membahas kelompok yang keempat yaitu kelompok yang lahir karena politik. Karena Khawarij sudah dibahas pada diskusi yang pertama, maka kita sekarang akan terfokus pada Syi'ah. Tulisan ini akan mencoba khusus menyorot tentang definisi, beberapa alirannya, dan inti pemikirannya.
Secara linguistik, ghaibah memiliki dasar kata ghain, ya` dan ba`. Al-Ghaib adalah segala yang tersembunyi dari kita. Dalam ayat al-Quran kita membaca “yu`minuna bil-ghaib”. Artinya, mereka beriman kepada segala sesuatu yang tersembunyi dari mereka, seperti surga, neraka dan hari kebangkitan. Al-Ghaibah juga memiliki arti segala yang tersembunyi[2].
Secara terminologis, terdapat dua definisi berkenaan dengan kosakata tersebut: pertama, beliau tidak hidup di tengah-tengah masyarakat sehingga mereka tidak mampu untuk menemuinya, sebagaimana layaknya manusia biasa. yang jelas, definisi ini tidak dapat dibenarkan karena sangat banyak orang-orang yang pernah berjumpa dengan beliau, baik dari kalangan ulama Ahlussunnah maupun Syi’ah. Kami akan membahas hal ini (pertemuan beberapa orang mulia dengan beliau) pada pembahasan-pembahasan selanjutnya.
Kedua, tersembunyi dari pandangan manusia kapan pun beliau inginkan dan beliau hidup di tengah-tengah masyarakat umum. Oleh karena itu, beliau dapat dijumpai dan melihat kita meskipun kita tidak mengenalnya[3].
Syiah Itsna ‘Asyariyah meyakini bahwa Allah telah menunjuk dua belas imam untuk memimpin dunia dan juga menggantikan peran-Nya dalam menjaga syariat dan hukum Allah. Kedua belas imam tersebut secara berurutan dimulai dari
1. Abu Al Hasan Ali bin Abi Thalib bergelar (Al Murtadho)
2. Abu Muhammad Al Hasan bin Ali (Az Zaky)
3. Abu Abdullah Al Husain bin Ali (Sayyid Al Syuhada’)
4. Abu Muhammad Ali bin Al Husain (Zain Al ‘Abidin)
5. Abu Ja’far Muhammad bin Ali (Al Baqir)
6. Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad (As Shodiq)
7. Abu Ibrahim Musa bin Ja’far (Al Kadhim)
8. Abul Hasan Ali bin Musa (Al Ridho)
9. Abu Ja’far Muhammad bin Ali (Al Jawwad)
10. Abul Hasan Ali bin Muhammad (Al Hadi)
11. Abu Muhammad Al Hasan bin Ali (Al ‘Asykari)
12. Abul Qosim Muhammad bin Al Hasan (Al Mahdi Al Muntadhor).[4]
Imam yang ke dua belas ini diyakini oleh kaum syiah telah mengalami dua kali masa keghaibahan.
Muhammad bin Hassan al-Askari adalah imam yang ditunggu-tunggu yang telah hilang dan akan muncul semula untuk memerintah dan menghukum orang-orang yang melakukan kezaliman. Beliau telah menghilangkan diri selama 65 tahun mulai tahun 264H hingga 329H. Pada waktu ini orang Syiah hanya dapat menghubungi imam mereka melalui wakil-wakilnya yang berjumlah empat orang yaitu Usman Ibnu Said al-Umri dan anaknya Muhammad Ibnu Usmanm kemudian Husain Ibnu Ruh serta Ali Ibnu Muhammad al-Samiri. Zaman ini dikenal dengan Ghaibah Sughra.
Kemudian disusul dengan Ghaibah Kubra setelah tahun 329H hingga lahirnya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu. Dalam masa ini, sesiapapun tidak bisa menghubungi Imam Mahdi walaupun melalui wakil-wakilnya. Sebagian dari persamaan dan perbedaan Syiah dengan Ahlussunnah yang lain;
A. Tidak ada perbedaan antara Syiah Imamiyyah dan Ahlul Sunnah mengenai asas-asas agama yang utama, yaitu Tauhid, Kenabian, dan Maad (Hari Kebangkitan).
 B. Ahlul Sunnah dan Syiah Imamiyyah percaya bahwa kedudukan manusia adalah lebih mulia dari para malaikat, meskipun makhluk itu adalah al-Muqarrabun kepada Tuhan. Manusia dianugerahkan dengan hawa nafsu dan rasio sehingga memiliki kebebasan berkehendak, berlainan dengan malaikat yang dijadikan tanpa hawa nafsu.
C. Ahlul Sunnah sependapat dengan Syiah imamiyah bahwa Ahlul Bait Nabi SAW mempunyai kemuliaan, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Ahzab:33, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlul Bayt dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya". menurut Muslim dalam Sahihnya, dan al-Wahidi dalam Asbab an-Nuzulnya, yang dimaksudkan dengan Ahlul Bait ialah Fatimah, Hasan, Husain dan Ali. Akan tetapi Ahlul Sunah berbeda pendapat dalam keimaman Ali ra beserta keturunannya dan kemaksuman mereka.
D. Pada tata cara berwudhu ada perbedaan antara Ahlul Sunah dan Syiah dalam mengartikan kata "imsahu" pada Surat al-Maidah ayat 6, madzhab Syiah berpendapat bahwa ketika berwudhu kaki wajib disapu, Sementara itu Ahlul Sunnah berpendapat cukup hanya membasuhnya yang berpegang kepada sebuah Hadith Nabi "Neraka wail bagi mata kaki yang tidak dibasahi air".
E. Ahlul Sunnah membuang kata "Haiya 'ala khayral-'amal" (marilah melakukan sebaik-baik amalan) dari azan yang asli dan menambah perkataan "as-solatu khairun minam-naum" (sholat lebih baik daripada tidur) dalam azan subuh. Sementara Syiah Imamiyyah menggunakan azan yang asli sebagaimana dilakukan di zaman Rasulullah SAW dan khalifah Abu Bakar RA
F. Ahlul Sunnah tidak mensyaratkan sujud di atas tanah dalam sembahyang, sementara syiah Imamiyyah menyatakan sujud di atas tanah itu lebih utama karena manusia akan lebih terasa rendah dirinya kepada Tuhan.
G. Keduanya sependapat bahwa sholat jama' disyariatkan dalam islam, akan tetapi Ahlul Sunah berpendapat sholat jama' hanya bisa di lakukan ketika ada halangan yang dibenarkan oleh syariat juga, sementara madzhab Syiah membolehkan sholat jama' tanpa adanya halangan.
H. Ahlul Sunnah dan Syiah Imamiyyah bersetuju bahwa sholat tarawih tidak dilakukan pada masa Rasulullah dan khalifah Abu Bakar. Sholat tarawih dalam mazhab ahlul Sunah dimulai pada jaman kholifah Umar, sehingga Syiah menolak melakukan Sholat. tarawih.
I. Ahlul Sunnah menyatakan bilangan takbir Sembahyang Mayat ialah empat, sementara Syiah Imamiyyah mengatakan lima takbir. Selain daripada itu, Ahlul Sunnah (Maliki, Hanafi, dan Hanbali) berpendapat mayat hendaknya diletakkan ke atas lambung kanannya dan mukanya menghadap Kiblat sebagaimana dilakukan ketika menanam mayat. Sementara Syiah Imamiyyah dan Syafi'i berpendapat mayat hendaknya ditelentangkan dan dijadikan kedua tapak kakinya ke arah Kiblat, jika ia duduk, dia menghadap Kiblat.
Untuk membaca kembali dan menilai secara objektif mengenai konsep imamah dalam Syi’ah Itsna ‘Asyariyah maka pertama kali kita perlu melacak dari sumber sejarah tentang asal mula kemunculan konsep ini, Juga dengan cara menimbang dan membaca kembali mengenai landasan-landasan normatif baik berupa teks suci Al-Qur’an dan Hadits maupun pendapat-pendapat yang dikeluarkan.

            Tidak dapat dipungkiri ketika kita mencoba membaca kembali melakukan kritik terhadap konsep imamah ini terkadang kita terjebak dengan sebuah kebenaran relatif antar dua kelompok yang berbeda pandangan. Sebut saja ketika kita ingin melakukan kritik tentang landasan normatif imamah yang salah satunya berasal dari nash Al Quran maka kita mau tidak mau akan dihadapkan pada sebuah realita kontradiksi klasik antara kelompok Sunni dengan kelompok Syiah mengenai tafsir dan juga ta’wil satu teks nash tersebut. Maka pada akhirnya kita pun harus rela berada pada pihak kelompok yang berbeda jika memang ingin melihat kritik tersebut. Namun ada juga celah dimana kita bisa membaca ulang konsep imamah secara objektif tanpa terjebak dengan keberpihakan kepada satu golongan tertentu. Karena banyak ulama’ yang mengatakan bahwa konsep imamah yang dibawa oleh Syiah Itsna ‘Asyariyah terdapat banyak penyelewengan dari ajaran-ajaran pokok yang sudah menjadi ijma’ seluruh umat islam.

Berdasarkan kepedulian utama para faqih imamiyah untuk memberi para pengikut bimbingan praktis yang relevan dengan kelangsungan hidup mereka dibawah otoritas-otoritas politis yang “zalim”, maka penting untuk mengatakan dari pertama bahwa tidak ada diantara teks-teks klasik mengenai prinsip-prinsip dasariah (ushul al-dien) mazhab imamah, seperti ditela’ah untuk studi ini, yang membahas langsung kemungkinan, bahkan bukan sebagai suatu faith accompli, otoritas temporal imamiah selama ghaibahnya imam. Pembahasan semacam itu tentu akan melibatkan pengubahan tak sah atas istilah-istilah doktrin imamiah, yang mutlak dikesampingkan disebabkan oleh tidak adanya wakil yang langsung ditunjuk (al-naib al-khashsh) oleh imam kedua belas.”perwakilan khusus” (al-niyabah al-khashshah), paling tidak selama ghaibah sugra imam (873-941 M), dipandang sebagai kesinambungan bimbngan yang secara eksplisit ditunjuk oleh imam. Dengan terjadinya ghaibah sempurna imam (dari 941 M dan seterusnya), kesinambungan bimbingan untuk umat melalui penunjukan seorang wakil khusus itu berakhir, sehingga tidak mungkin lagi ada imamah konkret seorang “wakil khusus” melalui proses niabah (perwakilan) sampai kembalinya imam gaib.[5]
Adapun umat imamiyah, adalah logis bahwa ketiga pengalaman keagamaan kaum imamiah- syahadah, ghaibah, dan taqiyyah- lebih kurang telah meyakinkan umat untuk tidak mengantisipasi datangnya imam untuk menegakkan pemerintahan islam sebelum datangnya kembali imam sang juru selamat pada akhir zaman. Kebijaksanaan sikap diam dalam masalah politik secara konsisten diikuti selama gaibnya imam, dan para pemimpin imamiyah tidak gagal mengulang-ulang sabda-sabda Imam Al-Shadiq dalam hubungan ini. Mereka mengingatkan kamu Syi’ah bahwa, meskipun benar bahwa Al-Qa’im ( Imam kedua belas Imamiyah yang sedang masa Kegaibahannya sempurna) Diantara para imam yang mampu menumbangkan pemerintah yang tidak adil, dia akan tampil hanya ketika Allah memerintahkan dia untuk melakukan demikian. Hal ini tidak diragukan lagi dinilai sebagai suatu jalan untuk meredakan ketidak sabaran kaum Syi’ah sehubungan dengan penangguhan pemenuhan janji keadilan. Konsekuensinya, kaum Syi’ah, mengikuti contoh para imam mereka, harus mencari jalan untuk mengakomodasikan diri dengan fakta historis yang berupa hidup dibawah pemerintahan tak absah para khalifah.
Kritik dan saran
Mazhab Syi’ah semuanya dilandaskan di atas kecintaan kepada Ahlul bait, sebagaimana yang kami lihat loyal dan berlepas diri terhadap orang awam (Ahli sunnah) adalah karena ahlul bait, berlepas diri dari sahabat yang paling terdepan, tiga khalifah dan Aisyah binti Abu Bakar karena sikap mereka kepada Ahlul bait. Yang mengakar didalam akal semua orang Syi’ah, baik yang muda maupun yang tua, orang pintar maupun orang yang bodoh serta laki-laki maupun perempuan adalah bahwa sahabat telah melakukan kedzoliman kepada Ahlul Bait, menumpahkan darah mereka dan menghalalkan kehormatan mereka.
Penutup
Manusia adalah mahluk yang serba tidak sempurna, oleh karena keterbatasannya itu, manusia tidak akan bisa mencapai kebenaran yang mutlak, manusia hanya bisa berdiri disekitar kebenaran, karena kebenaran yang haqiqi hanya milik Tuhan semata. Sifat keprimordialisan ke-Ahlul Sunah-an atau ke-Syiah-n hanya akan mengakibatkan kerugian bagi kita yang bedampak pada kejumutan berpikir saja, alangkah baiknya jika kita menanggalkan segala atribut ketaasuban kita kemudian mengkajinya tanpa harus membedakannya, mengambil apa yang baik dan meninggalkan apa yang kita anggap tidak baik dari keduanya.
Menelurusi jejak-jejak Syi'ah memang tidak akan cukup dengan tulisan dikertas polio yang terbatas ini. Mungkin kita akan membutuhkan beratus-ratus lembar untuk menjelaskan secara detail dan terperinci. Banyak sekali buku yang menjelaskan tentang aliran-aliran dalam Islam  yang sudah semestinyalah kita menelurusi dan meneliti tentang apa makna yang terkandung di dalamnya. Mungkin tulisan ini bukanlah sebagai patokan yang harus kita ikuti, karena apa yang dipaparkan mungkin banyak sekali kesalahan dan kekhilafan yang seharusnya tidak dipaparkan di sini. Dan terakhir kita minta perlindungan kepada-Nya agar kita selalu diteguhkan dengan kemanisan iman dan taqwa yang menjadi arah dan tujuan kita, untuk mencari ridha-Nya. Amin
Daftar Pustaka

[1] Al-Washliyah Al-Ilahiyah, hal. 16.
[2]  Lihat pembahasan mendetail tentang hal ini di dalam buku Lisân al-Arab, jilid    10, hal
153.
[3]  www.google.com keghaibahan sugra dan kubra tanggal 2 januari 2010
[4]  Sayid Husain A-Musawi, Mengapa saya kelar dari Syi’ah, Jakarata timur CV. PUSTAKA AL-KAUTSAR 2003 hal 129
[5]  Abdulaziz A. Sachedina “Kepemimpinan Dalam Islam Perspektif Syi’ah” Bandung, Mizan anggota IKAPI tahun 1991 hal 159.

2 komentar:

  1. terima kasih mas sangat bermanfaat untuk menambah ilmu syar'i

    Grosir Jersey Grade Ori Murah

    BalasHapus
  2. Untuk Anda para Penggemar Judi Online yang sering menang, namun takut hasil kemenangan tidak dibayar?
    Kami ingin merekomenasikan Bandar Judi Online Teraman dan Terpercaya yaitu S128Cash.
    Saya berani jamin, Jika Anda menang disini dan seberapa besar pun kemenangan Anda, S128Cash tetap akan membayarnya.
    Sudah pastinya juga S128Cash menyediakan semua permainan yang digemari Para Judi Online, seperti Sportsbook, Live Casino, Sabung Ayam Online, IDN Poker dan masih banyak permainan lainnya.

    Nikmati juga berbagai PROMO BONUS yang tersedia, yaitu :
    - BONUS NEW MEMBER 10%
    - BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
    - BONUS CASHBACK 10%
    - BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!

    Untuk layanan atau informasi lebih lanjut, bisa langsung hubungi kami melalui :
    - Livechat : Live Chat Judi Online
    - WhatsApp : 081910053031

    Link Alternatif :
    - http://www.s128cash.biz

    Judi Bola

    Daftar Situs Judi Bola Online Terpercaya

    BalasHapus