Desentralilasi adalah bentuk organisasi yang menghubungkan
otonomi organic dengan aspek-aspek kelembagaan tertentu bagi daerah tertentu,
ditinjau dari aspek administrasinya. Berkaitan dengan makna disentralilasi
tersebut, maka terdapat makna administrasi yang bersifat desentralisasi sebagai
wujud pertanggungjawaban terhadap siapa yang mempunyai wewenang
mengorganisasikan dalam mencapai kecocokan dan kesesuaian komponen kelembagaan
dengan cara menjaga keseimbangan dan keharmonisan yang dinamis[1]
Prinsip
dasar desentralisasi adalah pendelegasian dari otoritas-otoritas dan
fungsi-fungsinya terhadap semua level yang hirarkis tersebut. Dalam hubungannya
dengan desentralisasi administrative, maka secara tradisional terdapat
tiga bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh Husen (1985), yakni by technical
service; by territorial function; and by cooperation. Maksudnya bahwa
desentralisasi administratif kurikulum mempunyai makna yang keterkaitan dengan teknik-tekni pelayanan, fungsi
teritorial, dan adanya kerjasama.
Sebagaimana
telah dikemukakan dimuka bahwa desentralisasi juga dapat difahami dengan
sederhana, yakni ia memiliki persoalan administrasi dan kewenangan (mengenai
kurikulum atau hal lainnya). Desentralisasi pengembangan kurikulum mempunyai
makna bahwa pengembangan kurikulum sekolah yang dihubungkan dengan potensi,
karakteristik dan kebutuhan pengembangan daerah dapat dimulai dari pemegang
kewenangan dan pengajaran (pengembangan kurikulum) yang dimulai dari kepala
sekolah bersama dengan guru.
Indonesia
dalam system pendidikannya masih menganut sistem sentralisasi. Maksudnya
persoalan administrasi dak kewenangan memiliki garis dalam pengembangan
kurikulum sudah terjadi dalam kurikulum pendidikan nasional, seperti adanya
kurikulum lokal. Namun, secara umum keberadaan sistem sentralisasi dalam
pengembangan kurikulum di Indonesia masih dominan sangat besar porsinya.
Ketetapan
suatu pola pendekatan administratif daripada pengembangan kurikulum pada suatu
Negara sangat bergantung pada kebijakan pemegang otoritas disekolah atau
lembaga yang bersangkutan dan yang bersifat lebih bermanfaat yang dimiliki
apabila pola pendekatan administratif secara desentralisasi diaplikasikan,
dalam pandangang berikut:
-
Tingkat demokrasi yang
lebih tinggi disenangi oleh para participants (pelaksannanya).
-
Keputusan-keputusan yang
diadopsikan dalam basis partisipasi yang lebih menginginkan consensus yang
lebih besar
-
Keputusan-keputusan dalam
sistem desentralisasi memerlukan perhatian yang serius untuk kebutuhan yang
konkret.
-
Partisipasi mempromosikan
proses kreatifitas individu untuk manfaat organisasi
-
Koherensi organisasi yang
bersifat internal disediakan jika koordinasi dan petunjuknya benar; dan jika
hubungan-hubungan atau saluran-saluran komunikasi yang efesien diadakan.
-
Biaya personalia dan kertas
kerja dapat ditekan sedemikian rupa dalam kantong-kantong pusat (central
offices)
Dari uraian diatas, manfaat
pengaplikasian pola desentralisasi
dalam pengembangan kurikulum dapat dimiliki dari berbagai komponen yakni
partisipasi, legitimasi (pengesahan keputusan), psikomotor (Perkiraan), Kreasi
dan Inovasi, serta integrasi dan effisiensi.
Meskipun demikian, berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum
sistem desentralisasi kurikulum
diaplikasikan. Aspek-aspek tersebut, antara lain: karakteristik khusus dari
sistem sosial , ekonomi dan kekuatan ekonomi, tingkat evolusi dan kompleksitas
administrasi; perbedaan kesanggupan pemerintah daerah dalam memperoleh dana
dalam pendistribusiannya; kurangnya tenaga teknis; minimnya kontribusi untuk
pelaksanaan program dari pihak pemerintah dan non pemerintah; kondisi geografis
yang berbeda-beda coraknya memerlukan biaya yang besar; dan perbedaan kualitas
pendidikan didaerah tertentu dengan daerah lainnya; dan juga kondisi sosial
politik suatu negara (aman atau tidaknya) akan mempengaruhi prosesnya.
Memperhatikan aspek-aspek di atas secara teliti dan mendetail akan
memberikan inspirasi kepada kita bahwa keberadaan sistem kurikulum
desentralisasi sangat tergantung pada berbagai kondisi. Jenis negara misalnya,
negara maju atau negara berkembang;negara kepulauan atau negara berbentuk
benua; GNP tinggi atau GNP rendah: kondisi sosial politik aman atau tidak; ada
tidaknya atau sejauh mana perbedaan kualitas pendidikan antar daerah; sumber
dana; dan lain-lain tentunya menjadi pertimbangan utama dalam mengaplikasikan
ide disentralisasi dalam pengembangan kurikulum. Barangkali, dengan
mempertimbangkan alasan-alasan yang demikian, maka pola administrasi kurikulum
pendidikan Indonesia masih banyak untuk lebih memberi porsi yang lebih tinggi
dalam aspek sentralisasi ketimbang desentralisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar